BERAPA KEUNTUNGAN KONTRAKTOR PROFESIONAL ?

Kalau kita browsing ataupun mencari tau berapa sih keuntungan kontraktor dalam mengerjakan sebuah proyek? Jawabnya akan macam2, mulai dari cuman 4% sampai dengan 20%, tetapi biasanya tidak akan lebih dari margyn 20%.  Kenapa hal ini bisa terjadi? Dan kenapa marginnya relatif kecil jika dibandingkan dengan bisnis lain. Bahkan dalam beberapa kasus, sering mendengar bahwa kontraktor tersebut rugi bahkan bangkrut.

Mari kita cari tau…., berdasarkan pengalaman pribadi melakoni bisnis ini lebih dari 2 dekade.

Dalam suatu waktu Penulis pernah mengikuti suatu pelatihan QS (Quantity Surveyor), dengan mendatangkan QS profesional dari luar negeri. Hal ini sekaligus bertujuan untuk study banding mengenai iklim dunia kontraktor antara Indonesia dan luar negeri.  Pada suatu momen diskusi terjadi dialog, narasumber menanyakan berapa keuntungan pada umumnya kontraktor di Indonesia. Muncullah angka 10% inipun belum dikurangi PPh final sebesar 2,5%….. “ha cuman 7,5%?”, begitulah reaksinya kira2. Menurut penjelasannya keuntungan kontraktor di Malaysia jauh lebih besar dibanding dengan negara kita. Pun demikian dengan Singapura, yaitu minimum sekitar 25%.  Ternyata bisnis kontraktor di Indonesia teramat murah, mungkin karena tenaga kerja yg berlimpah dan juga murah. Belum lagi sumber daya alam yg nggak habis2 nya.

Memang pada saat tender, biasanya kontraktor memasukkan angka lebih dari 10%, toh nantinya akan ada negosiasi. Dan 10% ini adalah batas maksimum pada saat negosiasi, hal ini dilakukan  agar dapat memenangkan proyek dan juga untuk kelanjutan perusahaan. Disitu sudah termasuk keuntungan, pajak PPh dan juga resiko. Ya… resiko, bisnis kontraktor adalah bisnis yg margyn kecil tapi resiko besar.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang dijelaskan dalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 14 tahun 2012.  Selanjutnya Perpres ini telah mengalami perubahan beberapa kali, namun untuk perihal keuntungan 15% bagi penyedia jasa tidak mengalami perubahan. Browsing sendiri ya….

“dalam menyusun HPS telah memperhitungkan: (1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan (2) keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi Penyedia maksimal 15% (lima belas perseratus) dari total biaya tidak termasuk PPN”

Dari hal tersebutlah selanjutnya bahwa Keuntungan 15% untuk kontraktor menjadi standar umum yang dipakai dalam perhitungan Harga Satuan (HPS) untuk proyek konstruksi pemerintah.  Dengan dikeluarkan Perpres ini memang menimbulkan debat yg tidak berujung, bagaimana keuntungan penyedia jasa bisa dipatok 15%, lalu bagaimana dengan hukum mekanisme pasar, bagaimana pula dengan proyek2 swasta yg cukup ramai.  Walaupun sudah dijelaskan bahwa Perpres ini mengikat untuk proyek2 pemerintah.  Dan bagaimana pula masyarakat umum mencermati Perpres ini.

Ternyata ada dasarnya pemerintah mengeluarkan pereaturan ini, diantaranya keuntungan kontraktor tidak melebihi 15% dari harga pelaksanaan proyek. Ini bertujuan untuk menjaga agar proyek konstruksi tetap efisien dan efektif. Namun dalam pelaksanaannya tidak ada larangan bagi kontraktor untuk memperoleh keuntungan lebih tinggi jika mampu melaksanakan efisiensi dalam pelaksanaan proyek. Jadi kalau Kontraktor ingin mendapatkan keuntungan lebih dari 15% namun pelaksanaannya tetap efektif dan efisien, maka efisiensi adalah kuncinya. Sebaliknya apabila tidak, maka yg dihasilkan keuntungan kurang dari 15%, bahkan boncos…..

Sekarang kita jadikan acuan angka 15% sebagai angka keuntungan wajar Kontraktor profesional. Angka ini tentunya sudah memperhitungkan keadilan bagi kedua pihak yaitu penyedia jasa dan pengguna jasa kontraktor.

Selanjutnya darimana efisiensi dapat dilakukan dalam menjalankan suatu bisnis kontraktor? Nanti akan kita bahas lebih rinci…..

Hubungi Kami

Hubungi kami untuk konsultasi lebih lanjut atau pertanyaan seputar layanan kami